AKSESPUBLIK.COM– Di Benteng terakhir Borongloe ia gagah menatap bayang-bayang malam menyelimuti medan pertempuran. Di atas pos benteng, Imarabintang Daeng Sayu berdiri dengan tegas, seorang panglima perempuan yang penuh keberanian. Lahir dari pertalian darah Bajeng dan Borongloe, Imarabintang bukan hanya sekadar pemimpin; dia adalah genius strategi yang terlahir di tengah perjuangan, memimpin pasukan khusus pemanah dengan kecermatan dan keberanian yang tak tertandingi.
Hari itu, dia tahu bahwa pertempuran ini adalah kesempatan terakhir untuk melawan intervensi kejam dari VOC Belanda yang telah merongrong kedaulatan Gowa. Rakyat Gowa telah lama merasakan penindasan, dipaksa tunduk oleh kekuatan asing yang ingin mengendalikan mereka. Namun, di balik setiap langkah mundur, ada semangat untuk bangkit kembali, dan Imarabintang adalah simbol dari tekad yang tak tergoyahkan itu.
Sebagai panglima perempuan, Imarabintang Daeng Sayu telah membuktikan bahwa kepemimpinan tidak mengenal gender. Dia memimpin dengan hati dan pikiran, menginspirasi pasukannya untuk bertempur dengan segala yang mereka miliki. Setiap tarikan busur, setiap anak panah yang melesat adalah tanda perlawanan yang tidak bisa dibungkam.
Dengan mata yang tajam, dia menatap pasukan VOC yang mendekat, mengetahui bahwa pertempuran ini akan menentukan nasib Gowa. Imarabintang mengangkat busurnya, memberikan sinyal kepada pasukan pemanahnya untuk bersiap. Mereka adalah para pejuang yang tersembunyi dalam bayang-bayang, siap melawan tanpa takut meski di hadapan musuh yang lebih kuat.
“Serang!” perintahnya bergema di malam yang sunyi, memecah keheningan dengan deru semangat perlawanan. Anak panah pertama meluncur dari busurnya, menjadi awal dari perlawanan terakhir ini.
Imarabintang Daeng Sayu tidak hanya memimpin dengan keahlian, tetapi juga dengan hati yang dipenuhi semangat perlawanan. Sebagai seorang panglima perempuan, dia adalah simbol bahwa kekuatan dan keberanian tidak hanya dimiliki oleh kaum lelaki. Dia adalah perwujudan dari tekad rakyat Gowa untuk tidak pernah tunduk pada tekanan dan intervensi.
Dalam konteks Pilkada Gowa 2024, semangat Imarabintang harus menjadi contoh bagi masyarakat. Seperti halnya Gowa yang pernah bangkit melawan intervensi VOC Belanda, masyarakat Gowa saat ini harus berani menentukan nasib mereka sendiri. Pemilihan ini bukanlah arena untuk mengikuti kehendak pihak luar atau tunduk pada tekanan, tetapi kesempatan bagi rakyat untuk menunjukkan kedaulatan mereka.
Seperti Imarabintang yang memimpin tanpa rasa takut, masyarakat Gowa juga harus memilih pemimpin yang benar-benar mewakili mereka. Jangan biarkan intervensi atau paksaan mengaburkan pilihan kita. Kita adalah pewaris semangat perjuangan Gowa, dan kita harus berani melawan siapa pun yang mencoba merampas hak kita untuk menentukan masa depan.
Imarabintang Daeng Sayu mengajarkan kita bahwa perjuangan untuk kebebasan dan kedaulatan tidak mengenal gender atau batas. Kita harus berani, seperti dia, melawan tekanan dan memastikan bahwa kita, rakyat Gowa, adalah penentu masa depan kita sendiri sebagaimana langkah yang diambil oleh Irmawati Haerudin mendapingi Amir Uskara di Pilkada2024 yang penuh tekanan. Selamat Berdemokrasi.(*)
Comment