AKSESPUBLIK.COM, MAKASSAR — Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar menjadikan program Urban Farming (Pertanian Perkotaan) sebagai pilar utama strategi mewujudkan kota yang hijau, mandiri pangan, dan berbasis ekonomi berkelanjutan. Inisiatif ini didorong melalui integrasi inovatif antara pemanfaatan lahan sempit dan sistem pengelolaan sampah organik terpadu.
Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin (Appi), menekankan bahwa Urban Farming adalah solusi krusial bagi kota besar yang kekurangan lahan pertanian. Program ini didorong untuk menjaga ketahanan pangan sekaligus membuka peluang ekonomi baru bagi warga.
Munafri menyampaikan apresiasi saat membuka Urban Farming Fest 2025 yang digelar Dinas Pertanian dan Perikanan (DP2) Kota Makassar di Anjungan Pantai Losari, Senin (3/11/2025). Acara ini turut dihadiri Ketua TP PKK Kota Makassar, Hj. Melinda Aksa, serta sejumlah Kepala Dinas dan jajaran Camat.
“Sebagai kota besar dengan penduduk sekitar 1,4 juta jiwa, kita harus bisa memaksimalkan potensi yang ada melalui pertanian lahan sempit,” ujar Appi.
Ia menuturkan, ketahanan pangan kota harus ditopang oleh sistem yang tangguh dan berbasis pemberdayaan masyarakat. Menurutnya, gerakan warga seperti yang telah dilakukan banyak kelompok tani dan kelompok wanita tani, telah menunjukkan hasil yang positif.
Appi menjelaskan, Pemkot Makassar kini fokus mengintegrasikan sistem pengelolaan sampah terpadu (Zero Waste) dengan Urban Farming. Dalam sistem ini, sampah organik tidak lagi dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), melainkan diolah menjadi pupuk dan pakan bernutrisi tinggi untuk mendukung pertanian dan perikanan.
“Hari ini sudah berjalan di sejumlah kelurahan dengan 153 unit tema modern (tempat pengelolaan sampah komunal). Ini langkah awal yang baik dan akan terus diperluas, terutama di wilayah padat penduduk,” jelas mantan Bos PSM itu.
Wali Kota Munafri memberikan contoh di Kecamatan Panakkukang, di mana budidaya ikan lele membutuhkan hingga 3 ton pakan per hari. Ia mendorong agar kebutuhan pakan ini dapat dipenuhi dari pengolahan sampah organik restoran, hotel, dan pasar, bukan dari bahan baru.
“Sampah organik dari restoran, hotel, dan pasar jangan dibuang. Bahkan bisa diolah untuk pakan ikan atau ayam. Saya sudah minta camat dan lurah memastikan tidak ada lagi tumpukan sampah di depan pasar. Sampah itu bernilai ekonomi tinggi jika dikelola dengan baik,” tegas alumni FH Unhas itu.
Konsep Urban Farming yang diusung Pemkot tidak hanya terbatas pada menanam, tetapi melibatkan sektor perikanan dan peternakan. Sampah organik diolah menjadi pakan, menghasilkan ikan atau unggas, yang pada akhirnya mendukung ketahanan pangan rumah tangga dan meningkatkan ekonomi masyarakat.
“Kita ingin membangun ekosistem lingkungan yang berputar: sampahnya terkelola, pemberdayaannya dapat, ekonominya tumbuh. Ini model ekonomi rumah tangga yang berkelanjutan,” ucapnya.
Mengingat TPA Kota Makassar yang diprediksi akan överload dalam dua tahun mendatang, Appi menegaskan urgensi penerapan konsep Zero Waste House—rumah tangga yang mampu mengelola sampah secara mandiri dan menghasilkan manfaat ekonomi.
“Tahun depan kami akan mulai memberikan penilaian dan penghargaan bagi wilayah yang berhasil. Ini bukan sekadar program, tapi kebutuhan mendesak,” katanya.
Selain itu, Wali Kota mendorong penggunaan teknologi pertanian modern untuk melipatgandakan produksi dan meminta DP2 melibatkan generasi muda untuk menjadikan Urban Farming sebagai peluang usaha baru.
Ia juga mengarahkan agar Urban Farming dikembangkan menjadi event ekonomi dan edukatif, mencontoh pameran pertanian seperti di Lapangan Banteng Jakarta, yang dapat direplikasi di taman-taman kota Makassar.
“Keberhasilan program ini tidak bisa dijalankan oleh Dinas Pertanian dan Perikanan sendiri. Semua harus bersinergi. Harus ada kolaborasi besar untuk menciptakan siklus ekonomi yang berkelanjutan,” tutup Munafri.
Kepala Dinas Perikanan dan Pertanian (DP2) Kota Makassar, Aulia Arsyad, dalam sambutannya menyampaikan bahwa Urban Farming Fest 2025 digelar dalam rangka memperingati HUT ke-418 Kota Makassar.
“Kegiatan ini menjadi bentuk nyata dukungan terhadap program prioritas pemerintah kota, yaitu memperkenalkan sekaligus mengajak masyarakat terlibat aktif dalam pengembangan pertanian perkotaan,” ujar Aulia.
Festival yang berlangsung selama dua hari (3–4 November 2025) ini menghadirkan 21 booth dari berbagai instansi, kelompok tani, UMKM, hingga pelaku budidaya maggot. DP2 juga menggandeng Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk pengelolaan sampah dan Disdukcapil untuk layanan administrasi kependudukan.
Acara ini ditutup dengan penyerahan bibit tanaman produktif kepada para camat, simbol semangat menanam dan menjaga ketahanan pangan dari skala rumah tangga.
“Semoga kegiatan ini menjadi inspirasi untuk mengembangkan pertanian perkotaan yang berkelanjutan dan semakin semarak pada Urban Farming Fest 2026 mendatang,” tutupnya.(*)
Comment