AKSESPUBLIK, Makassar– Era transformasi digital yang ditandai dengan maraknya sosial media yang digandrungi lontas generasi berdampak buruk pada sisi tertentu. Katakanlah, penyebaran hoax yang sulit dibendung karena literasi digital dan wawasan masyarakat Indonesia masih minim.
Olehnya itu, literasi digital berupa pemahaman kepada masyarakat tentang bijak bersosial media adalah sebuah keniscayaan yang harus terus dilakukan oleh berbagai pihak.
“Ini bukan saja tanggung jawab pemerintah semata, ini tanggung jawab semua pihak. Bermedia sosial penting tapi jauh lebih penting mengedepankan etika dan budaya. Bijak lah dalam bersosial media, jangan biarkan jempol kita mengalahkan pikiran kita,” ujar Sekretaris Dinas Kominfo Statistik dan Persandian (Diskominfo-SP) Sulsel Sultan Rakib saat menjadi pemateri di depan pengurus Darma Wanita Persatuan (DWP) Provinsi Sulsel, Rabu (8/4/2024) di Command Center Kantor Gubernur Sulsel.
Sultan Rakib mengatakan, saat ini, sosial media telah menjadi kebutuhan primer masyarakat. Dan itu pasti memiliki dampak positif dan dampak negatif. Penyebaran hoax atau berita bohong paling banyak melalui media sosial. Data dari Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) menyebutkan tahun 2024 ini penyebaran berita hoax sebesar 11,12 persen itu melalui media mainstream atau media online, 29,12 persen itu melalui media chat.
“Yang paling banyak adalah melalui sosial media sebesar 59,75 persen. Ini lah yang menjadi kekhawatiran kita semua. Ibu ibu wajib mewaspadai ini,” ujar Sultan.
Pronsip 3S saring sebelum sharing menjadi hal yerpenting dalam mencegah peredaran hoax di tengah masyarakat. Literasi digital di sekolah sekolah, kelompok masyarakat, dan lain sebagainya wajib terus ditingkatkan.
Hadir Ketua DWP Sulsel Andi Hanna Arsyad dalam acara tersebut dan seluruh Ketua DWP unit masing masing OPD Pemprov Sulsel. Termasuk Ketua DWP Unit Diskominfo SP Sulsel. (*)
Comment